Jumat, 24 September 2010

Dubes Dino Tanggapi Dengar Pendapat Kongres AS

0 komentar
Laporan dari AS
Endang Isnaini Saptorini - detikNews
Kamis, 23/09/2010

Dino Patti Djalal

Washington DC - Masalah Papua nampaknya masih menjadi perhatian sejumlah anggota Kongres Amerika Serikat. Hari Rabu, 22 September 2010, anggota Kongres AS Eni Faleomavaega yang dikenal vokal dalam masalah Papua, menggelar dengar pendapat dengan topik mengenai tuduhan pelanggararan HAM di Papua.

Dengar pendapat ini menghadirkan beberapa panelis baik dari kalangan akademisi, pemerhati masalah Papua, dan aktivis pemerhati HAM. Di antaranya Pieter Drooglever (Institute of Netherlands History), Henkie Rumbewas (Australia West Papua Association), dan Sophie Richardson, PhD (Human Rights Watch).

Sehubungan dengan penyelenggaraan acara tersebut, Dubes RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) di AS, Dino Patti Djalal, melayangkan surat yang ditujukan kepada anggota Kongres AS yang mewakili wilayah Samoa dan menjabat sebagai Ketua Sub Komite Asia-Pasifik dan Lingkungan Global, House of Reprsentative (DPR AS) ini.

Dalam salinan suratnya yang diterima detikcom, Dino menyatakan harapannya agar dengar pendapat ini tidak menjadi forum anti Indonesia.

"Saya berharap dengar pendapat itu merupakan upaya yang jujur yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai keadaan ekonomi, politik dan sosial yang kompleks di Papua, dari pada meladeni pihak-pihak yang anti Indonesia," ujar Dino dalam suratnya.

Dalam surat itu, Dino menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai Indonesia. Menurut Dino, karena Papua dan West Papua (Papua Barat)merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung secara de facto dan de jure oleh semua anggota PBB.

"Saya menyarankan kepada Anda untuk membedakan antara pihak yang benar benar peduli dengan Papua dan pihak-pihak yang bermaksud memanipulasi House of Representative (DPR AS) untuk mendukung gerakan separatis di Papua," tandas Dino kepada Eni.

Dino mengatakan bahwa demokrasi di Papua sudah mulai berkembang sejak masa transisi demokrasi di tahun 1998. Pemilihan Umum yang bebas dan adil sudah diselenggarakan tahun 1999, 2004 dan 2009. Pemilihan umum lokal juga sudah terselenggara pada tahun 2004 dan 2009.

"Apa yang terjadi di Papua hanyalah sebagian dari proses demokratisasi yang sudah merebak di seluruh penjuru Indonesia dalam 10 tahun belakangan ini. Dan yang terpenting adalah kini self-government (pemerintahan sendiri) dan otonomi daerah berjalan baik di Papua," lanjut Dino.

Dino juga menegaskan bahwa di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada upaya yang besar dan niatan baik untuk mengatasi berbagai masalah menyangkut Papua. Ia megingatkan bahwa pemerintahan SBY telah berhasil menyesalikan konflik di Aceh yang berlangsung di Aceh dengan damai.

"Karena itu peluang terbaik untuk menyelesaikan masalah di Papua adalah bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia, tidak melawannya," tandas Dino.

Dalam bagian akhir suratnya, Dino menandaskan bahwa perjuangan yang sesungguhnya di Papua tidak berkaitan dengan perjuangan politik. Masalah nyata yang dihadapi warga Papupa adalah buruknya kondisi infrastruktur, penyebaran HIV/AIDS, kemiskinan dan pendidikan.

Anggaran pembangunan per kapita Papua tertinggi di antara propinsi yang lain, namun kami perlu menerjemahkan ini ke dalam strategi pembangunan yang lebih baik. Kami tidak berpura-pura memiliki semua jawaban, tapi kami berharap adanya bantuan simpatik dari semua teman kami, termasuk Amerika Serikat," ujar Dino. (eis/irw)

Source: www.detiknews.com

0 komentar:

Posting Komentar