Sabtu, 02 Oktober 2010

Status Papua, Indonesia (terjemahan)

0 komentar

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat

Status Papua, Indonesia





Joe Yun
Asisten Wakil Sekretaris Urusan Asia Timur dan Pasifik


Pernyataan Di Depan Komisi Urusan Luar Negeri Kongres Amerika Serikat – Sub-komisi Wilayah Asia, Pasifik dan Lingkungan Global

Washington, DC

September 22, 2010

Ketua Faleomavaega, Mr Manzullo, dan Anggota Sub-komite, terimakasih karena telah mengundang saya untuk bersaksi hari ini mengenai situasi di Papua.

Kebijakan AS

Perkembangan yang mempengaruhi Papua yang mencakup kedua provinsi Indonesia yaitu Papua dan Papua Barat diikuti oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS-red) dan merupakan aspek penting dari keseluruhan hubungan kami dengan Indonesia. Amerika Serikat mengakui dan menghormati integritas batas teritorial Indonesia yang ada saat ini dan tidak mendukung atau membiarkan separatisme di Papua, atau di bagian lainnya di negara itu. Pada saat yang sama, kami sangat mendukung hak asasi manusia universal di Indonesia, termasuk hak untuk berkumpul secara damai, bebas mengekspresikan pandangan politik, dan perlakuan yang adil dan non-diskriminatif terhadap etnis Papua di Indonesia.

Dalam konteks ini, kami telah secara konsisten mendorong pemerintah Indonesia untuk bekerja dengan penduduk asli Papua untuk menangani keluhan mereka, menyelesaikan konflik secara damai, dan mendukung pengembangan tata pemerintahan yang baik di kedua propinsi Papua. Pemerintah AS percaya bahwa implementasi penuh Undang-Undang Otonomi Khusus 2001 bagi Papua, yang muncul sebagai bagian dari transisi demokrasi di Indonesia, akan membantu menyelesaikan keluhan yang telah lama ada. Kami terus mendorong pemerintah Indonesia untuk bekerja dengan otoritas Papua untuk membahas cara-cara untuk memberdayakan orang Papua dan selanjutnya melaksanakan ketentuan Otonomi Khusus, yang memberikan kewenangan yang lebih besar bagi masyarakat Papua untuk mengatur urusan mereka sendiri.

Hak Asasi Manusia

Memajukan hak asasi manusia adalah salah satu tujuan utama kebijakan luar negeri kami, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Kami percaya bahwa penghormatan terhadap hak asasi manusia membantu untuk memperkuat demokrasi. Kami ingin menyaksikan adanya hak kebebasan mengekspresikan pandangan politik secara damai dan kebebasan berserikat yang diamati di seluruh dunia, termasuk di Papua.

Kami memonitor dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan Papua Barat, dan kami melaporkannya dalam Laporan Negara tahunan tentang Hak Asasi Manusia. Dengan pertumbuhan demokrasi selama dekade terakhir di Indonesia, telah ada perbaikan substansial dalam hak asasi manusia, meskipun masih ada kekhawatiran terpercaya tentang pelanggaran hak asasi manusia. Perbaikan tersebut meliputi Papua, meskipun, sebagaimana laporan tahunan kami telah mendokumentasikannya, terus terdapat beberapa tuduhan terpercaya tentang adanya pelecehan. Kami secara teratur melibatkan Pemerintah Indonesia tentang pentingnya penghormatan hak asasi manusia oleh aparat keamanan, dan kami terus menekankan dukungan kuat kami untuk sebuah sistem hukum yang terbuka dan transparan untuk melihat ke dalam setiap gugatan tentang adanya penggunaan kekuatan secara berlebihan. Kami juga mendesak mereka untuk meningkatkan pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia masa lalu. Kami menyesalkan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, termasuk di Papua, terhadap penduduk sipil dan terhadap pasukan keamanan pemerintah.

Adalah penting bahwa pengamat independen dan obyektif memperoleh akses tanpa syarat ke Papua untuk memantau perkembangan yang ada. Saat ini, wartawan Indonesia, organisasi non-pemerintah (ornop/LSM-red), dan warga negara Indonesia dapat melakukan perjalanan secara bebas ke Papua dan Papua Barat. Namun, pemerintah Indonesia mensyaratkan bahwa wartawan asing, ornop, diplomat, dan anggota parlemen memperoleh izin untuk mengunjungi Papua. Kami terus mendorong pemerintah Indonesia untuk memberikan kepada kelompok-kelompok ini, termasuk Komite Palang Merah Internasional, akses penuh dan tak terkekang ke Papua dan Papua Barat.

Orang-orang Papua adalah warga negara Indonesia dan bebas melakukan perjalanan ke daerah lain di Indonesia.

Pergeseran Demografis

Migrasi (perpindahan penduduk–red) dari bagian lain di Indonesia telah meningkatkan jumlah penduduk non-Papua (pendatang–red) menjadi sekitar 40 persen dari populasi (jumlah penduduk–red) saat ini di Papua dan Papua Barat. Jumlah total penduduk kedua provinsi adalah 2,4 juta, di mana 900.000 adalah migran (pendatang–red). Program transmigrasi yang disponsori pemerintah di waktu lalu, yang memindahkan keluarga-keluarga dari daerah yang lebih padat penduduknya ke daerah kurang padat merupakan bagian dari gelombang arus migrasi tersebut. Mayoritas dari pergeseran penduduk itu merupakan hasil dari kecenderungan migrasi alamiah (spontan–red) dari pusat-pusat besar penduduk Indonesia ke Papua yang kepadatan penduduknya relatif rendah. Beberapa orang Papua telah menyuarakan keprihatinan bahwa kaum migran telah mengganggu dengan tata-cara hidup tradisional mereka, penggunaan lahan, dan peluang-peluang ekonomis.

Pembangunan Ekonomi

Meskipun wilayahnya kaya dengan sumberdaya alam, termasuk emas, tembaga, gas alam, dan kayu, Papua tertinggal di belakang daerah-daerah lain di Indonesia diukur berdasarkan beberapa indikator kunci pembangunan. Kemiskinan tersebar luas di Papua dan Papua memiliki tingkat melek huruf orang dewasa terendah di Indonesia pada 74 persen. Daerah ini juga memiliki sejumlah kasus HIV/AIDS yang sangat tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia dan tingginya angka kematian bayi dan ibu.

Menurut Bank Dunia, dua tantangan terbesar bagi pembangunan ekonomi adalah topografi dan iklim Papua—jarak yang besar antar kota-kota, pegunungan terjal, dataran rendah berawa, tanah rapuh, dan tingginya curah hujan—dan struktur sosialnya—rendahnya kepadatan penduduk dan fragmentasi (keaneka-ragaman—red) budaya.

Otonomi Khusus

Parlemen Indonesia (DPRRI—red.) pada tahun 2001 memberikan Otonomi Khusus ke Papua, bersama dengan Aceh yang adalah salah satu dari dua daerah di Indonesia yang memendam gerakan separatis berprofil tinggi. Undang-undang (otsus—red) ini menyerahkan fungsi pemerintahan kepada provinsi dan kabupaten/kota di luar lima kewenangan nasional yaitu; pertahanan, urusan luar negeri, urusan keagamaan, keadilan, dan kebijakan moneter/fiskal/keuangan.

UU Otonomi Khusus belum sepenuhnya dilaksanakan di Papua. Implementasinya telah tertunda karena kurangnya peraturan pelaksanaan. Selain itu, pemerintah provinsi kurang memiliki kekuatan untuk melaksanakan tanggung-jawab kunci tertentu dan beberapa departemen pemerintah pusat belum menyerahkan otoritas mereka (ke Papua—red). Meskipun implementasi penuh Otonomi Khusus belum terealisasi, pejabat pemerintah Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dana ke Papua, yang telah mencapai Rp 27 triliun atau sekitar US $ 3 miliar (dolar AS-–red) dalam waktu sembilan tahun terakhir ini sehingga perhitungan per kapitanya lebih tinggi dibanding daerah lain di Indonesia. Undang-Undang Otonomi Khusus melahirkan Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk melindungi budaya Papua. Baru-baru ini, MRP menolak Otonomi Khusus, secara simbolis menyerahkan Otonomi Khusus kembali ke pemerintah Indonesia. Tindakan ini tidak memiliki efek hukum praktis, tetapi hal itu menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan dialog antara Papua dan Jakarta untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan menonjol di wilayah itu.

Kami terus mendorong pemerintah Indonesia dan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat untuk sepenuhnya melaksanakan UU Otonomi Khusus. Hal ini mencakup diberlakukannya peraturan pelaksanaan bagi semua ketentuan-ketentuan hukum, adanya tindakan pemerintah pusat untuk memastikan bahwa undang-undang provinsi (perdasi—red) atau undang-undang lokal (perdasus—red) lebih diutamakan untuk bidang-bidang kewenangan yang diberikan, dan tindakan untuk meningkatkan kapasitas pembangunan dan tata pemerintahan yang baik. Kami percaya bahwa implementasi penuh akan membantu mengatasi keluhan orang Papua terhadap pemerintah pusat. Dialog antara pemerintah pusat dan penduduk asli Papua bisa memfasilitasi (menggampangkan proses–red) implementasi penuh Otonomi Khusus, dan menghasilkan tindakan yang akan mendukung pembangunan dan meningkatkan tata pemerintahan yang baik di Papua.

Bantuan AS

Amerika Serikat sedang bekerja dalam kemitraannya dengan pemerintah Indonesia dan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat untuk mencari cara mengatasi tantangan utama pembangunan Papua, termasuk meningkatkan tata pemerintahan yang baik, akses terhadap kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, dan melindungi alam lingkungan hidup. Agen Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) melaksanakan program-program di Papua untuk mendorong perbaikan di sektor-sektor ini dengan kegiatan-kegiatan yang beranggarkan $ 11.600.000 (dollar AS—red), atau 7 persen dari anggaran USAID untuk Indonesia untuk tahun anggaran 2010.

Di samping program-program USAID, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga membawa orang-orang Papua ke Amerika Serikat untuk keterlibatan tematis tentang masalah seperti distribusi sumberdaya. Program Fulbright kami telah diikuti lebih dari 22 peserta berbeasiswa dari Papua. Kami juga bermitra dengan sektor swasta untuk peningkatan kemampuan sumberdaya. Sebagai contoh, dalam sebuah kemitraan publik-swasta, Program Beasiswa Fulbright-Freeport telah mendanai 18 orang dari Papua untuk belajar di Amerika Serikat.

Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta memegang jadwal ketat dari keterlibatannya dengan Papua dan Papua Barat. Para petugas Misi Amerika Serikat secara rutin melakukan perjalanan ke provinsi Papua dan Papua Barat. Duta Besar Marciel, yang baru saja ditempatkan di Jakarta pada pertengahan Agustus lalu, berencana untuk melakukan perjalanan ke Papua segera setelah ia menyampaikan surat kepercayaannya kepada pemerintah Indonesia. Para pejabat Amerika Serikat memiliki basis kontak yang luas dengan Papua, termasuk dengan pejabat pemerintah pusat dan propinsi, aktivis hak asasi manusia, personil militer dan polisi, pemimpin adat dan agama, dan staf organisasi non-pemerintah (ornop/LSM–red). Selain pertemuan resmi, para pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat melakukan public outreach (kontak/hubungan individual terbuka–red) secara berkala di Papua dan Papua Barat.

Kesimpulan

Sebagai penutup, saya ingin menekankan bahwa Papua memainkan peran penting dalam keterlibatan berkelanjutan kami dengan Pemerintah Indonesia. Sementara keseluruhan situasi HAM (hak asasi manusia) Indonesia telah membaik seiring dengan pesatnya perkembangan demokrasi di negeri itu, kami prihatin dengan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan terus memantau situasi di sana. Kami mendesak adanya peningkatan dialog antara pemerintah pusat dengan para pemimpin Papua dan adanya implementasi penuh UU Otonomi Khusus. Kami akan terus memberikan bantuan untuk membangun landasan ekonomi dan sosial yang kuat di Papua.

Terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bersaksi di depan Anda hari ini. Saya senang untuk akan menjawab pertanyaan Anda.

=***=

Pernyataan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang aslinya dalam bahasa Inggris dapat dibaca di internet pada lembaran: http://www.state.gov/p/eap/rls/rm/2010/09/147551.htm

[Diterjemahkan pada tanggal 02 Oktober 2010 oleh Mansar Byak]***

0 komentar:

Posting Komentar